16 Januari 2016

Hari itu

Agustus,2015 

Hari itu…
Aku yang mengirim pesan duluan. Butuh 1001 keberanian untuk mengirimkannya. 
Aku tahu dia membalas pesanku. Aku membiarkannya beberapa waktu.  

Sebenernya yang terjadi….

Aku panik. Aku bingung harus membalas apa. Aku menunggu temanku pulang, hanya untuk bantuin mikirin kata-kata apa yang pas untuk membalas pesan itu. Aku stress sendiri. Aku membalas sewajar mungkin. Aku kesal dengan diriku yang mengkhawatirkan hal kecil yang seperti ini. Maaf membiarkanmu menunggu sedikit lama waktu itu.

Sebenarnya, hari itu aku belum dapat teman untuk proyek di luar kota itu. Aku berbohong mengatakan aku sudah mendapat teman. Aku membuat alasan itu, takut kalau dia bilang dia tidak bisa ikut, dan juga cuman buat topeng untuk nunjukkin kalau aku udah ada temennya. Hanya untuk menunjukkan, aku mengajak dia karna masih butuh orang lagi dalam proyek ini. Dia membalas pesanku dengan kalimat yang ambigu. Kalimatmu hari itu membuatku menerka-nerka apa ada maksud di balik itu?


Hari itu, sebenernya aku berharap kamu. Tapi, aku yang salah karna memulai jalan dengan cara seperti itu.

Note: 
Salah satu tulisan di binder biru di pertengahan tahun lalu. Saya menuliskannya karna dulu setiap bertemu atau berinteraksi dengan orang ini, selalu membuat saya goyah, karena tingkahnya yang ajaib. Dia orang yang terlalu berterus-terang dengan perasaannya. Untungnya saya sudah cukup jarang bertemu dengannya. Benar kata orang obat untuk 'rasa' itu adalah waktu atau orang baru. Tentang kisah saya dengan dia, sudah lama selesai karena dibatas oleh waktu.

Untuk seseorang yang penah membolak-balikkan hati saya beberapa tahun lalu
Maaf, selama ini sering mengabaikan, bukan karna tidak  suka atau tidak peduli, hanya saja masih selalu bingung setiap harus menyikapi kamu

0 komentar:

Posting Komentar

 
;